Academia.eduAcademia.edu
Jurnal Iktiologi Indonesia, 16(2):185-198 Biologi reproduksi ikan beseng-beseng (Marosatherina ladigesi Ahl, 1936) di beberapa sungai di Sulawesi Selatan [Reproductive biology of Celebes rainbowfish (Marosatherina ladigesi Ahl, 1936) in some rivers of South Sulawesi] Jayadi, St Hadijah, Beddu Tang, Amrah Husma Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia Jln. Urip Sumoharjo Km 5. Makassar, 90231 Diterima: 09 September 2015; Disetujui: 19 April 2016 Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menganalisis biologi reproduksi ikan beseng-beseng di Sulawesi Selatan meliputi nisbah kelamin, fekunditas, diameter telur, indeks kematangan gonad, tingkat kematangan gonad, dan musim pemijahan. Lokasi pengambilan sampel meliputi Sungai Bantimurung, Sungai Sawae, Sungai Asanae, dan Sungai Jenae. Penelitian dilakukan selama satu tahun mulai Januari sampai Desember 2014. Pengambilan sampel ikan menggunakan alat tangkap seser. Sampel ikan yang tertangkap dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dan diukur panjang total, bobot tubuh, bobot gonad dan fekunditas. Pengukuran panjang total ikan menggunakan mistar geser berketelitian 0,1 mm, sedangkan bobot tubuh dan bobot gonad menggunakan timbangan analitik berketelitian 0,01 g. Gonad diawetkan dalam larutan formalin 4%, untuk penentuan fekunditas, diameter telur, indeks kematangan gonad, dan tingkat kematangan gonad. Nisbah kelamin tidak seimbang pada setiap bulan dan fekunditas ikan berkisar antara 98-978 butir. Hubungan fekunditas dengan panjang tubuh ikan berkorelasi erat, sedangkan hubungan fekunditas dengan bobot tubuh berkorelasi lemah. Sebaran diamater telur bervariasi dan tipe pemijahan tidak serentak. Indeks kematangan gonad ikan jantan dan betina meningkat pada bulan Agustus, September, Oktober, November, Desember dan Januari. Ikan yang yang matang gonad ditemukan setiap bulan pengamatan dan puncak pemijahan terjadi pada bulan Desember. Kata penting: endemik, fekunditas, kematangan gonad, Marosatherina ladigesi, nisbah kelamin, pemijahan Abstract The purpose of this study was to analyze the reproductive biology of Celebes rainbowfish (Marosatrherina ladigesi) in some rivers of South Sulawesi including sex ratio, fecundity, eggs diameter, gonado somatic index, gonad maturity stages, and spawning season. Fish collections were conducted in the Bantimurung River, Sawae River, Asanae River, and Jenae River. This study was conducted for one year from January to December 2014. Fish samples were separated by sex, total length was measured using calliper with a precision of 0.1 mm, while the body weight and gonad weight were measured with analytical balance with a precision of 0.01 g. Gonads were preserved in formaldehyde 4% for the determination of fecundity, eggs diameter, gonad maturity index, and gonad maturity level. Sex ratio was unbalanced in every month and fecundity of fish ranged between 98-978 eggs. Relationship between fecundity and body length was strongly correlated, while the relationship between fecundity with body weight was weakly correlated. Fish eggs diameter was vary and this fish categorized as partial spawner. Gonad maturation index of males and females increase in August, September, October, November, December and January. Mature fish was collected in every month of sampling period and the peak spawning season was found in December. Keywords: endemic, fecundity, gonad maturity, Marosatherina ladigesi, sex ratio, spawning ladigesi sekitar 99% dari hasil ana-lisis BLAST- Pendahuluan Sulawesi memiliki kurang lebih 56 jenis N Gen (Jayadi et al. 2015). Nama dagang ikan ikan air tawar endemik (Parenti 2011). Salah satu beseng-beseng adalah celebes rain-bowfish dan ikan asli dan endemik yang ditemukan di beberapa termasuk jenis sail fin silverside fish (Kottelat sungai di Sulawesi Selatan adalah ikan beseng- 1991, Kottelat et al. 1993). Ikan ini di- beseng (Marosatherina ladigesi) dan mempunyai klasifikasikan dalam kelas Actinopterygii, ordo similarity maximum identity dengan Telmatherina Atheriniformes, famili Telmatherinidae, genus Marosatherina atau Telmatherina (Kottelat et al. Penulis korespondensi Surel: jayadi_fatrial@yahoo.com 1993). Masyarakat Iktiologi Indonesia Biologi reproduksi Marosatherina ladigesi Ditengarai bahwa kelestarian ikan besengbeseng di habitat alami sedang terganggu karena rapan dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya pengelolaan ikan beseng-beseng laju eksploitasi yang melebihi hasil tangkapan maksimum lestari dan rusaknya habitat alami Bahan dan metode ikan tersebut (Said & Haryani 2011). Variasi Pengambilan sampel ikan dilakukan dua genetik yang rendah dan hubungan kekerabatan kali setiap bulan, selama satu tahun mulai Januari genetik yang semakin dekat memberikan indikasi 2014 sampai dengan Desember 2014. Tempat bahwa ikan ini akan punah (Jayadi et al. 2015). pengambilan sampel meliputi Sungai Bantimu- Ikan beseng-beseng sudah dikategorikan sebagai rung (4°58'34,29"S dan 119°47'44,96"T) Kabu- salah satu spesies ikan yang terancam punah paten Maros, Sungai Sawae (4°42'1,80"S dan menurut daftar The International Union for 120° 1'11,98"T) Kabupaten Bone, Sungai Asanae Conservation of Nature sejak tahun 1990 (4°29'36,67"S dan 119°57'0,96"T) Kabupaten (Kottelat 1996, IUCN 1996). Oleh sebab itu perlu Soppeng dan Sungai Jenae (4°50'41,51"S dan segera dilakukan upaya pelestarian. 119°44'1,62"T) Kabupaten Pangkajenne dan Dalam rangka pelestarian ikan beseng-be- Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan seng diperlukan tindakan pengelolaan yang dapat (Gambar 1). Pada keempat sungai tersebut masih dipertanggungjawabkan seperti domestikasi. Sa- ditemukan ikan beseng-beseng. lah satu aspek ikan beseng-beseng yang perlu di- Pengambilan sampel ikan menggunakan ketahui untuk mendukung upaya domestikasi alat tangkap seser berukuran mata jaring 1 mm. adalah aspek reproduksi. Beberapa penelitian Sampel yang tertangkap diambil semuanya, ke- reproduksi ikan beseng-beseng telah dilakukan mudian dipisahkan berdasarkan jenis kelamin seperti bioekologi, morfologi, dan kariotip (An- dengan mengamati bentuk morfologi tubuh driani 2000), kondisi populasi dan ekologis (Said (makroskopis) dan gonad (mikroskopis). Peng- et al. 2005), aspek reproduksi (Nasution et al. ukuran panjang total menggunakan mistar geser 2006) ; reproduksi dan pertumbuhan dengan rasio berketelitian 0,1 mm, dan penimbangan bobot kelamin berbeda pada habitat ex-situ (Said & tubuh dan gonad menggunakan timbangan Mayasari 2007). Namun penelitian aspek re- analitik berketelitian 0,01 gram. Gonad diawet- produksi ikan beseng-beseng yang dilakukan Na- kan dalam larutan formalin 4%, untuk digunakan sution et al. (2006) hanya di Kabupaten Maros, dalam penentuan indeks kematangan gonad (IKG) pada Juni sampai dengan Oktober, namun infor- dan masi musim pemijahan belum dilaporkan. Pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium Penelitian ini dilakukan di Sungai Banti- tingkat kematangan gonad (TKG). Biologi Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Sawae Kelautan Universitas Muslim Indonesia dan Kabupaten Bone, Sungai Asanae Kabupaten Laboratorium Biologi Politeknik Pertanian Negeri Soppeng, dan Sungai Jenae Kabupaten Pangkep, Pangkajene dan Kepulauan. murung Kabupaten Maros, Sungai Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk Penentuan nisbah kelamin dilakukan de- menganalisis nisbah kelamin, fekunditas, diame- ngan menghitung jumlah ikan jantan dan ikan be- ter telur, tingkat kematangan gonad, dan indeks tina yang tertangkap dengan menggunakan ru- kematangan gonad serta musim pemijahan ikan mus, yaitu: beseng-beseng di Sulawesi Selatan, dengan ha- 186 Jurnal Iktiologi Indonesia Jayadi et al. Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel ikan beseng-beseng di Sungai Bantimurung Kabupaten Maros, Sungai Sawae Kabupaten Bone, Sungai Asanae Kabupaten Soppeng dan Sungai Jenae Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. X= M F Keterangan: X= nisbah kelamin, M= jumlah ikan jantan (ekor), F = jumlah ikan betina (ekor) Selanjutnya untuk menguji keseimbangan nisbah kelamin menggunakan rumus Chi-square (Steel & Torrie 1981). Penghitungan fekunditas dilakukan dengan menghitung telur pada ikan yang mempunyai TKG IV. TKG III tidak digunakan karena butiran telur banyak yang rusak. Kriteria penentuan TKG ikan betina berdasarkan Andriani (2000) yaitu TKG I: bentuk ovari seperti benang, bintik abu-abu pada permukaan dengan cairan bening pada bagian dalam; TKG II: bintik abu-abu pada bagian permukaan semakin jelas, mulai terbentuk butiran bewarna putih susu tetapi belum terlihat jelas dengan mata; TKG III: permukaan ovari be- Volume 16 Nomor 2, Juni 2016 warna abu-abu dengan bintik hitam, butiran oosit jelas terlihat, masih terdapat banyak jaringan ikan yang bewarna putih susu; TKG IV: permukaan gonad bergerigi dan bewarna hitam, sebagian kecil oosit sudah bewarna kuning tetapi dominan oosit masih bewarna putih susu, masih banyak jaringan ikan dan diameter oosit tidak seragam; dan TKG V: permukaan ovari bewarna hitam, dinding ovari menipis, lebih dari setengah jumlah oosit bewarna bening kekuningan, tidak dijumpai adanya jaringan ikat, diameter oosit lebih seragam dan lebih besar daripada TKG IV. Fekunditas dihitung dengan menggunakan rumus Tresnati (2001) sebagai berikut: F=n× A BSC × a BG Keterangan: F= fekunditas, A= volume contoh gonad, a = volume sub contoh gonad, BSC= bobot sub contoh gonad, BG= bobot gonad, n= jumlah telur contoh. 187 Biologi reproduksi Marosatherina ladigesi Hasil perhitungan fekunditas dihubungkan Hasil dengan ukuran panjang total dan bobot ikan untuk Nisbah kelamin penentuan persamaannya, yaitu: Nisbah kelamin ikan beseng-beseng di perairan Sulawesi Selatan berkisar 1,33-4,63 F = a + bX (Tabel 1), di Sungai Bantimurung berkisar 2,36- Keterangan: F= fekunditas, X= bobot (g) atau panjang total ikan (mm), a dan b = kostanta 4,63, di Sungai Sawae (1,33-3,11), Sungai Asanae (2,11-3,72), dan Sungai Jenae (1,62-2,7). Hal Pengukuran diameter telur dilakukan de- tersebut menunjukkan bahwa jumlah ikan betina ngan mengambil telur pada ikan betina TKG IV lebih banyak jumlahnya dibanding ikan jantan dan V pada bagian gonad tengah, anterior dan setiap bulan. posterior sebanyak 100 butir, yang diamati dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan Tingkat kematangan gonad (TKG) mikrometer okuler. Distribusi perkembangan tingkat kema- Penentuan nilai indeks kematangan gonad tangan gonad populasi ikan beseng-beseng di Su- (IKG) ditentukan setiap bulan, dengan menggu- ngai Bantimurung (Gambar 2A), Sungai Sawae nakan rumus yang diuraikan oleh Scott (1979) dan (Gambar 2B), Sungai Jenae (Gambar 2C), dan Effendie (1979): Sungai Asanae (Gambar 2D) berbeda-beda. Pada Bg × 100 IKG = Bt bulan September sampai dengan Januari ditemukan TKG III dan IV lebih banyak jumlahnya, se- Keterangan: Bg = bobot gonad (g), Bt = bobot tubuh termasuk gonad (g) dangkan TKG I dan II ditemukan lebih banyak jumlahnya pada Februari sampai dengan April di Sungai Bantimurung (Gambar 2A). Tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan berdasarkan kriteria perkembangan dan ke- Di Sungai Sawae mulai Oktober sampai matangan gonad ikan secara makrokopis dan Januari ditemukan TKG III dan IV lebih banyak mikroskopis oleh Andriani (2000). jumlahnya, sedangkan TKG I dan II pada Februari sampai Mei (Gambar 2B). Tabel 1. Nisbah kelamin ikan ikan beseng-beseng di Sulawesi Selatan Sungai Bantimurung Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Sungai Sawae Sungai Asanae Sungai Jenae J B NK J B NK J B NK J B NK 4 8 7 5 8 4 11 7 10 15 11 4 12 19 25 21 37 11 38 23 34 49 39 12 3,00 2,36 3,57 4,20 4,63 2,75 3,46 3,29 3,40 3,27 3,55 3,00 11 9 13 9 10 12 9 12 12 8 6 10 31 12 21 12 15 38 28 29 35 14 11 19 2,82 1,33 1,62 1,33 1,50 3,17 3,11 2,42 2,92 1,75 1,83 1,90 5 3 9 5 9 15 9 13 7 12 9 6 14 9 21 13 25 43 19 39 26 35 29 21 2,80 3,00 2,33 2,60 2,78 2,87 2,11 3,00 3,72 2,92 3,22 3,50 7 13 8 9 6 5 11 14 6 12 7 8 18 27 19 21 16 12 21 30 10 28 13 22 2,57 2,08 2,38 2,33 2,67 2,40 1,91 2.14 1,67 2,33 1,86 2,75 Keterangan : J = Jantan; B = Betina; dan NK = Nisbah Kelamin 188 Jurnal Iktiologi Indonesia Jayadi et al. A B C D Gambar 2. Tingkat kematangan gonad ikan beseng-beseng di Sungai Bantimurung Kabupaten Maros (A), Sungai Sawae Kabupaten Bone (B), Sungai Jenae Kabupaten Pangkep (C) dan Sungai Asanae Kabupaten Soppeng (D) pada setiap bulan Volume 16 Nomor 2, Juni 2016 189 Biologi reproduksi Marosatherina ladigesi Di Sungai Jenae pada Juli sampai dengan beseng-beseng mengalami peningkatan menjadi Januari ditemukan TKG III dan TKG IV lebih TKG III dan IV. Puncak pemijahan ikan beseng- banyak jumlahnya, sedangkan pada bulan Maret beseng berlangsung pada bulan Januari, Oktober, sampai dengan Juli ditemukan TKG I dan TKG II November, dan Desember karena banyak ditemu- lebih banyak jumlahnya, serta TKG V pada bulan kan ikan yang matang gonad (TKG IV). Desember sampai dengan April ditemukan lebih banyak jumlahnya (Gambar 2C). Indeks kematangan gonad (IKG) Di Sungai Asanae ditemukan TKG I dan Hasil pengamatan nilai IKG ikan beseng- TKG II pada Februari sampai dengan Juli yang beseng di Sulawesi Selatan bervariasi pada setiap banyak, sedangkan TKG III dan TKG IV pada bulan (Gambar 3). Terlihat pada gambar tersebut bulan September sampai dengan Januari lebih nilai IKG ikan betina lebih besar daripada nilai banyak jumlahnya, dan TKG V pada bulan IKG jantan yaitu di Sungai Bantimurung adalah Desember sampai dengan April ditemukan lebih jantan 0,78-1,83 dan betina 1,98-4,57 (Gambar banyak jumlahnya (Gambar 2D). 3A), di Sungai Sawae jantan 0,59-1,67 dan betina Gambar 2 menunjukkan adanya TKG I 1,75-4,54 (Gambar 3B), di Sungai Jenae jantan sampai TKG V pada setiap bulan, namun persen- 0,63-0,72 dan betina 1,62-4,43% (Gambar 3C), tase TKG berbeda, dan mulai bulan Oktober dan di Sungai Asanae yang jantan 0,82-1,97 dan sampai dengan Januari perkembangan TKG ikan betina 2,06-4,75 (Gambar 3D). A C B D Gambar 3. Indeks kematangan gonad ikan beseng-beseng jantan dan betina di Sungai Bantimurung (A), Sungai Sawae (B), Sungai Jenae (C) dan Sungai Asanae (D) pada setiap bulan 190 Jurnal Iktiologi Indonesia Jayadi et al. Gambar 3A menunjukkan nilai IKG di Su- Hubungan antara IKG ikan beseng-beseng ngai Bantimurung pada ikan jantan mengalami jantan dan betina dengan TKG dapat dilihat pada peningkatan mulai bulan September sampai de- Gambar 4, menunjukkan bahwa nilai IKG me- ngan Januari (1,57-1,83), dan ikan betina (3,63- ningkat sejalan dengan meningkatnya TKG kare- 4,57). IKG jantan di Sungai Sawae mengalami na bobot gonad dan ukuran diameter telur bertam- peningkatan mulai bulan Oktober sampai dengan bah. Ikan beseng-beseng betina pada TKG II Januari (1,59-1,67), dan ikan betina mulai bulan mempunyai nilai IKG 1,95, TKG III dengan nilai September sampai bulan Januari (3,63-4,54) IKG 2,50, TKG IV mempunyai nilai IKG 3,70 dan (Gambar 3B). IKG ikan jantan di Sungai Asanae TKG V dengan nilai IKG 4,47. Ikan beseng- (Gambar 3D) mengalami peningkatan mulai bu- beseng jantan pada TKG II mempunyai nilai IKG lan September sampai dengan Desember (1,67- 0,8, TKG III dengan nilai IKG 1,07, TKG IV 1,93), dan IKG ikan betina mulai meningkat pada dengan nilai IKG 1,25 dan TKG V dengan nilai bulan Agustus sampai dengan Januari (3,67-4,73). IKG 1,76. Peningkatan IKG di Sungai Jenae (Gambar 3C) mulai bulan Agustus sampai dengan Januari pada Fekunditas mutlak ikan jantan (1,34-1,68) dan ikan betina (3,38- Fekunditas mutlak ikan beseng-beseng di 4,43). Peningkatan IKG tersebut memberikan perairan Sulawesi Selatan berkisar 89-970 butir, indikasi bahwa ikan beseng-beseng di Sulawesi pada ukuran panjang total berkisar 33,5-56,4 mm Selatan melakukan pemijahan mulai Bulan dengan bobot tubuh berkisar 1,01-2,40 g dan jum- Januari, Oktober, November, dan Desember, ka- lah sampel 175 ekor (Tabel 2). Fekunditas mutlak rena pada bulan tersebut terjadi musim hujan. terendah ditemukan di Sungai Asanae dan tertinggi di Sungai Jenae. Gambar 4. Hubungan antara rata-rata IKG dengan TKG ikan beseng-beseng di Sulawesi Selatan Tabel 2. Fekunditas mutlak ikan beseng-beseng di Sulawesi Selatan Sungai Bantimurung Sawae Asanae Jenae Jumlah individu (ekor) 35 35 35 35 Volume 16 Nomor 2, Juni 2016 Kisaran panjang total (mm) 36,4-56,4 36,2-56,2 35,7-52,2 33,5-53,5 Kisaran bobot tubuh (g) 1,04-2,40 1,03-2,08 1,01-1,82 1,02-1,97 Fekunditas terendah (butir) 108 126 89 103 Fekunditas terbesar (butir) 945 967 921 978 191 Biologi reproduksi Marosatherina ladigesi Hubungan fekunditas dengan panjang total (55% ), tetapi ukuran diameter telur terbanyak dan bobot tubuh dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu pada TKG IV berkisar antara 0,56-0,61 mm (20%) di Sungai Bantimurung (Gambar 5A) F = 424,0 L- dan pada TKG V berkisar antara 0,96-0,91 mm 129,6 (r2= 0,819) dan F= 534,8 W- 236,9 (19%) (Gambar 6C). Di Sungai Jenae ditemukan 2 (r =0,578), di Sungai Sawae (Gambar 5B) F = 2 63% ukuran diameter telur berkisar antara 0,50- 380,6 L-108,3 (r = 0,826) dan F= 603,0 W- 211,7 0,79 mm pada TKG IV, dan 68% berukuran 0,74- (r2= 0,602), di Sungai Asanae (Gambar 5C) F= 1,03 mm pada TKG V, sedangkan ukuran diame- 2 576,9 L -2017 (r = 0,936) dan Y=837W - 559,2 2 ter telur terbanyak pada TKG IV (18%) dan TKG (r = 0,58), dan di Sungai Jenae (Gambar 5D) F= V (21%) pada diameter telur 0,86-0,91 mm (Gam- 413 L-1174 (r2 =0,880) dan F=655,8 W-196,9 (r2 bar 6D). = 0,552). Berdasarkan hubungan kor-elasi tersebut terlihat bahwa hubungan fekunditas Pembahasan dengan panjang total mempunyai korelasi yang Nisbah kelamin ikan beseng-beseng (Ta- kuat, sedangkan hubungan fekunditas dengan bel 1) bervariasi setiap bulan. Namun kondisi bobot tubuh berkorelasi lemah. nisbah kelamin yang diperoleh menunjukkan bahwa populasi ikan jantan lebih kecil jumlahnya Diameter telur dibandingkan dengan populasi ikan betina.Hal ini Sebaran diameter telur ikan beseng-beseng menunjukkan bahwa telah terjadi ketidakseim- di Sungai Bantimurung (Gambar 6A), Sungai Sa- bangan populasi ikan beseng-beseng jantan wae (Gambar 6B), di Sungai Asanae (Gambar 6C) dengan betina di perairan air tawar Sulawesi Sela- dan Sungai Jenae (Gambar 6D) menunjukkan tan. Kondisi serupa pernah dilaporkan bahwa nis- ukuran diameter telur baik TKG IV maupun TKG bah kelamin ikan beseng-beseng di Kabupaten V ditemukan ukuran terkecil (0,020 – 0,25 mm) Maros antara adalah 1,0:1,5 (Andriani 2000). Ke- dan ukuran terbesar (1,10 - 1,15 mm), namum tidakseimbangan nisbah kelamin juga ditemukan sebaran jumlah diameter telur tidak merata. pada jenis ikan endemik air tawar Rasbora Di Sungai Bantimurung pada TKG IV tawarensis (Muchlisin et al. 2010). Nisbah kela- ukuran diameter 0,50-0,73 mm yaitu 60%, se- min yang tidak seimbang dapat menghasilkan rek- dangkan TKG V ukuran diameter telur 0,74-0,97 rutmen yang kecil, karena siklus reproduksi ter- mm sebesar 50%, namun ukuran diamater telur pengaruh, proses reproduksi terganggu atau ter- terbanyak jumlahnya pada TKG IV adalah 0,50- hambat, terjadi perbedaan pertumbuhan, umur dan 0,55 mm (20%) dan TKG V 9,92-0,97 mm (21%) awal kematangan gonad (Nikolsky 1963). Jenis (Gambar 6A). Di Sungai Sawae ditemu-kan 51% ikan endemik yang masih seimbang nisbah ke- ukuran diameter telur 0,56-0,73 mm pada TKG laminnya seperti T. celebensis di Danau Towuti, IV, dan pada TKG V ditemukan 55% ukuran dia- yaitu 1,1:1,0 (Nasution 2004), ikan pelangi merah meter telur 0,80-1,03 mm, terbanyak jumlahnya (Glossolepis incisus) di Danau Sentani 1,0:1,0 ditemukan pada TKG IV 0,56-0,61 mm (20%) dan (Siby et al. 2009). Kondisi nisbah kelamin antara TKG V 0,98-1,03 mm (17%) (Gambar 6B). ikan jantan dan betina yang ideal adalah Di Sungai Asanae ditemukan ukuran dia- mendekati 1,0:1,0 (Ball & Rao 1984). Nisbah meter telur berkisar antara 0,44-0,73 mm pada kelamin yang seimbang dapat mencegah populasi TKG IV (64%), dan 0,68-0,97 mm pada TKG V dari kepunahan (Nasution et al. 2006). 192 Jurnal Iktiologi Indonesia Jayadi et al. A B C D Gambar 5. Hubungan fekunditas dengan panjang total dan bobot tubuh ikan beseng-beseng di Sungai Bantimurung (A), Sungai Sawae (B), Sungai Sungai Asanae (C) dan Sungai Jenae (D) Volume 16 Nomor 2, Juni 2016 193 Biologi reproduksi Marosatherina ladigesi A C B D Gambar 6. Sebaran diameter telur ikan beseng-beseng di Sungai Bantimurung (A), Sungai Sawae (B), Sungai Asanae (C), dan Sungai Jenae (D) Nisbah kelamin ikan beseng-beseng di TKG ikan beseng-beseng pada Sungai perairan Sulawesi Selatan tidak seimbang, karena Bantimurung, Sawae, Asanae, dan Jennae dite- ikan jantan lebih banyak jumlahnya yang ditang- mukan mulai TKG I sampai V setiap bulannya kap sebagai ikan hias. Andriani (2000) menjelas- (Gambar 2). Ditemukannya ikan beseng-beseng kan bahwa ikan beseng-beseng jantan mempu- yang mempunyai TKG V setiap bulan menunjuk- nyai sifat menggerombol sehingga memengaruhi kan bahwa setiap bulan ada ikan yang memijah. nisbah kelaminnya di alam, karena sifat gerom- Di sungai-sungai tersebut, ikan beseng-beseng bolan ikan jantan lebih agresif dan mempunyai TKG IV (matang) yang sudah siap memijah dite- daerah teritorial yang luas. Hal tersebut sesuai mukan lebih banyak mulai bulan Oktober, No- dengan pendapat Jobling (1995), bahwa nisbah vember, Desember, dan Januari. Namun puncak kelamin ikan di perairan dapat dipengaruhi oleh pemijahan ikan beseng-beseng terjadi pada bulan kehidupan sosial ikan yang suka menggerombol. Oktober, November dan Desember sewaktu ter- Keadaan ini ditemukan pula pada ikan pelangi jadi musim hujan. Scott (1979) menjelaskan bah- merah di Danau Sentani (Siby et al. 2009). Nis- wa perkembangan gonad spesies ikan tropis sa- bah kelamin di alam dapat pula dipengaruhi oleh ngat dominan dipengaruhi oleh musim penghujan ketersediaan makanan dan keberadaan predator atau banjir, walaupun belum jelas apakah karena (Hoare et al., 2004), adanya ikan introduksi (Siby pertukaran kimia, aliran air atau pasokan pakan et al. 2009), dan kerusakan habitat (Said et al. akibat melimpahnya air di sungai. Pemijahan ikan 2005). akan terjadi karena adanya pengaruh langsung 194 Jurnal Iktiologi Indonesia Jayadi et al. maupun tidak langsung oleh faktor lingkungan sifat ikan, genetik, faktor lingkungan, musim seperti musim hujan, temperatur air, arus, hujan, makanan dan spesies ikan (Effendie 2002, kepadatan kualitas Bundu & Padmakumar 2012), ikan pertama kali ketersedian pakan, fotoperiode, perubahan kua- memijah (Siby et al. 2009), dan kondisi ikan yang litas dan tinggi air, terjadi interaksi interspesifik, tua (Froese & Luna 2004. Tabel 2 menunjukkan tersedianya tempat pemijahan (Scott 1979, Bye perbandingan jumlah fekunditas mutlak ikan 1984, Stacey 1984, Lee & Hirano 1985, Asadol- beseng-beseng dengan jenis ikan pelangi lainnya. lah et al. 2011). Fekunditas populasi, jumlah dan Nilai IKG ikan beseng-beseng bervariasi ikan Melanotaenia eachemensis berkisar 206-2126 butir dan ikan Splendida setiap bulan (Gambar 3), puncaknya terjadi bulan splendida berkisar 370-1655 butir (Pusey et al. Januari, Oktober, November, dan Desember, ka- 2001), ikan pelangi merah berkisar antara 185- rena pada bulan tersebut telah memasuki musim 2976 (Siby et al. 2009), ikan T. celebensis di hujan, sehingga memberikan pengaruh terjadinya Danau Matano berkisar antara 297-1265 butir pemijahan pada ikan beseng-beseng. Musim hu- (Jayadi et al. 2010), ikan T. celebensis di Danau jan berkorelasi sangat kuat terjadinya pemijahan Towuti berkisar antara 185-1448 butir (Nasution ikan-ikan tropis karena peningkatan massa air di 2004). Temuan ini menunjukkan bahwa ikan sungai dan danau (Muchlisin et al. 2010). beseng-beseng mempunyai fekunditas yang lebih Effendie (2002) menjelaskan bahwa IKG rendah diduga berkaitan dengan bentuk tubuh berhubungan dengan TKG, karena peningkatan yang kecil dan tidak berbentuk cerutu seperti ikan IKG sejalan dengan meningkatnya TKG, dan ni- pelangi lainnya. lai tertinggi IKG yang dicapai merupakan puncak Hubungan fekunditas dengan panjang total pemijahan ikan yaitu TKG IV (matang). Hal ter- berkorelasi lebih kuat dibanding dengan hubung- sebut dapat dilihat perkembangan IKG (Gambar an korelasi fekunditas dengan bobot tubuh pada 4) sama dengan perkembangan TKG (Gambar 2) ikan beseng-beseng di Sungai Bantimurung, Sa- mulai mengalami peningkatan pada bulan Janua- wae, Asanae dan Jennae Sulawesi Selatan (Gam- ri, Agustus, September, Oktober, November, dan bar 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa pening- Desember. Nilai IKG terendah diperoleh setelah katan ukuran panjang tubuh seiring bertambah- terjadi pemijahan yaitu volume ovarium dan testis nya fekunditas ikan beseng-beseng. Namun yang menjadi mengecil (Andriani 2000). ditemukan oleh Kariyanti et al. (2014) hubungan Fekunditas mutlak ikan beseng-beseng di fekunditas dengan panjang dan bobot berkorelasi Sulawesi Selatan bervariasi antara 89-978 butir lemah. Ikan pelangi merah di Danau Sentani dite- (Tabel 2). Variasi jumlah fekunidtas juga pernah mukan hubungan fekunditas dengan panjang dan dilaporkan oleh Nasution et al., (2006) berkisar bobot berkorelasi lemah (Siby et al. 2009), fekun- 88-910 butir, Andriani (2000) berkisar 76-307 ditas ikan T. celebensis di Danau Matano berko- butir, dan Kariyanti et al. (2014) berkisar antara relasi kuat dengan panjang (Jayadi et al. (2010), 21-170 butir di Sungai Pattunuang Asue dan 20- fekunditas ikan rainbow selebensis di Danau To- 335 butir di Sungai Bantimurung. Variasi wuti berkorelasi kuat dengan bobot dan berkore- fekunditas pada spesies yang sama dapat di- lasi lemah dengan panjang (Nasution 2004 & pengaruhi ukuran tubuh, umur, lingkungan dan 2011). Variasi ukuran tubuh ikan akan meme- ukuran diameter telur (Ali 2005), faktor fisiologis, ngaruhi jumlah telur dalam ovari (Effendie, 2002, Volume 16 Nomor 2, Juni 2016 195 Biologi reproduksi Marosatherina ladigesi Ali 2005, Nasution et al. 2006, Kariyanti et al. Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia dan 2014). Kepala Laboratorium Biologi Politeknik PertaniSebaran ukuran diameter telur ikan be- seng-beseng (Gambar 6) pada TKG IV dan TKG an Negeri Pangkep, atas bantuannya dalam penggunaan fasilitas laboratorium. V bervariasi ukurannya. Ikan yang mempunyai sebaran diameter telur yang bervariasi ukurannya Daftar pustaka pada tingkat kematangan gonad yang berbeda Andriani I. 2000. Bioekologi, morfologi, kariotip dan reproduksi ikan hias rainbow Sulawesi (Telmatherina ladigesi) di Sungai Maros, Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 98 hlm. termasuk ikan yang memiliki ovarium asinkronis (metakron) (Nagahama 1983). Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan beseng-beseng mempunyai tipe pemijahan bertahap (Andriani 2000, Nasution et al. 2006, Siby et al. 2009, Kariyanti et al. 2014). Model pemijahan yang demikian ditemukan pula pada Cairnsichthys rhombosomoides, Melanotaenia eachamensis, M. Splendida splendida (Pusey et al. 2001), T. celebensis (Nasution 2004 & 2011), T. bonti (Jayadi et al. 2006), G. incisus (Siby et al. 2009). Simpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa nisbah kelamin ikan beseng-beseng tidak seimbang pada setiap bulan, ikan betina lebih banyak jumlahnya daripada ikan jantan. Fekunditas ikan besengbeseng berkisar 98-978 butir dan berkorelasi kuat dengan panjang. Ikan beseng-beseng bertipe pemijahan bertahap. IKG ikan jantan dan betina mengalami peningkatan mulai bulan Januari, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember. Ikan yang matang gonad ditemukan pada setiap bulan. Puncak pemijahan terjadi pada bulan Januari, Oktober, November, dan Desember pada waktu musim hujan. Persantunan Penulis menyampaikan terima kasih kepada DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini. Terima kasih pula penulis haturkan kepada Kepala Labora- Ali SA.2005. Kondisi sediaan dan keragaman populasi ikan terbang (Cypselurus oxycephalus Bleeker, 1852) di Laut Flores dan Selat Makassar. Disertasi. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin, Makassar. 280 hlm. Asadollah S, Soofiani NM, Kervany Y, Shadahast M. 2011. Reproduction of Capoeta damascina (Valennciennes 1842) a cyprinid fish in Zayandeh Roud River Iran. Journal of Applied Ichthyology 27(4): 1061-1066. Ball DV, Rao KV.1984. Marine Fisheries. Tata Mc Graw Hill Publishing Company, Ltd, New Delhi. 521 p. Bye VJ. 1984. The role enviromental factors in the timing of reproduction cycles.In Potts GW and Wootton RJ (ed). Fish reproduct-ion: Strategies and Tactics. Academic Press. London. pp. 187- 205. Bundu L, Padmakumar KG. 2012. Reproductive biology of Etroplus suratansis (Bloch) from the vembaned wesland system, Kera-la. Indian Jurnal of Geo-Marine Sience 43(4): 646-654. Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yokyakarta. 163 hlm. Froese R, Luna S. 2004. No relationship between fecundity and annual reproductive rate in bony fish. Acta Ichthyologica et Piscatoria 34(1):11-20. Hoare DJ, Couzin ID, Godin GJ, Krause J. 2004. Nontex-dependent grup size choise in fish. Animal Behaviour 67(1):155-164. IUCN. 1996. International Union for Conservation of Nature (IUCN) red list of treatened animals. IUCN. Gland and Cambridge. torium Biologi Terpadu Fakultas Perikanan dan 196 Jurnal Iktiologi Indonesia Jayadi et al. Jayadi, Arifuddin, Hamal R. 2006. Kajian keanekaragaman jenis dan genetik serta strategi reproduksi ikan-ikan endemik di Danau Mahalona, Danau Matano, Danau Towuti Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian Fundamental DIKTI. Politeknik Pertanian. 55 hlm. Nagahama Y. 1983. The functional morphology of teleost gonads. In Hoar WS, Randal DJ, Donaldson EM (ed). Fish physiology, Volume IX A. Endocrine Tissues and Hormones. Academic Press, New York. pp. 223275. Jayadi, Hamal R, Arifuddin. 2010. Reproduksi ikan endemik rainbow Sulawesi Telmatherina celebensis di Danau Matano Sulawesi Selatan. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) 20(1):44-48. Nasution SH. 2004. Distribusi dan perkembangan gonad ikan endemik rainbow celeben-sis (Telmatherina celebensis Boulenger) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 87 hlm. Jayadi, Tamsil A, Hadijah ST. 2015. Kajian variasi genetik ikan beseng-beseng (Telmatherina ladigesi) dengan metode ramdom amplified polymorphism DNA (RAPD). In: Hafsan; Nur F, Muthiadin C, Wahida BF, Aziz IR. (ed). Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan. Makassar 29 Januari 2015. Hlm. 21-27. Nasution SH, Said DS, Lukman, Triyanto, Fauzi H. 2006. Aspek reproduksi ikan besengbeseng (Telmatherina ladigesi Ahl) dari berbagai sungai di Sulawesi selatan. In: Rahardjo MF, Simanjuntak CPH, Zahid A.(ed). Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur 29-30 Agustus 2006. Masyarakat Iktiologi Indonesia. Hlm. 83-94. Jobling M. 1995. Environmental Biology of Fishes. Chapman & Hall, London. 455 p. Nasution SH. 2011. Potensi rekrut ikan endemik pangkilang (Telmatherina celebensis) di Danau Towuti. In: Sastranegara MH, Lestari W, Hartoyo B, Bagananda (ed). Prosiding Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup 2011. Purwokerto, November 2011. Hlm. 23-31. Kariyanti, Omar SBA, Tresnati J. 2014. Analisis fekunditas dan diameter telur ikan besengbeseng (Marosatherina ladigesi Ahl, 1936) di Sungai Pattunuang Asue dan Sungai Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. In.: Omar SBA, Metusalach, Najamuddin, Tresnati J, Alamsyah, Irmawati ST, Hamzah, Umar T. (ed). Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan, Makassar 3 Mei 2014. Hlm. 1-10. Kottelat M. 1991. Sailfin silversides (Pisces: Telmatherinidae) of Lake Towuti, Sulawesi, Indonesia,with descriptions of six new species. Ichthyological Exploration of Freshwaters 1(3):321-344. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions, Hong Kong. 221 p. Kottelat M. 1996. Telmatherina ladigesi. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Diunduh pada 28 Maret 2015. Lee CH, Hirano. 1985. Effect of water temperatur and photoperoid on the spawning cycle sand borer, Sillago sihamo. The Progressive Fish-Culturist 47(4):225-230. Muchlisin ZA, Musman M, Azizah MNS. 2010. Spawning seasons of Rasbora tawarensis (Pisces:Cyprinidae) in Lake Laut Tawar, Aceh Provinsi, Indonesia. Reproductive and Endocrinology 8(49):1-8. Volume 16 Nomor 2, Juni 2016 Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Translated from Russian by L. Birkett. Academic Press, New York. 352 p. Parenti LR. 2011. Endemism and conservation of the native freshwater fish fauna of Sulawesi, Indonesia. In: Simanjuntak CPH, Zahid A, Rahardjo MF, Hadiaty KH, Krismono, Haryono, Tjakrawidjaja AH Prosiding Seminar Nasional Ikan VI & Kongres Masyarakat Iktiologi Indonesia III. Cibinong 8-9 Juni 2010. Hlm. 1-10. Pusey BJ, Arthington AH, Bird JA, Close PG. 2001. Reproduction in three species of rainbow fish (Melanotaeniidae) from rainforest streams in Northen Queensland, Australia. Ecology of Freshwater Fish 10(2):7587. Said DS, Lukman, Triyanto, Sulaeman, Nasution HS. 2005. Kondisi populasi dan ekologis serta strategi pengembangan ikan pelangi Sulawesi, Telmatherina ladigesi. In: Rachmansyah, Sudaryono A, Yaniharto D, Nadjid M, Purnomo (ed). Prosiding Konferensi Nasional Akuakultur 2005. Makassar, Sulawesi Selatan 23-25 November 2005. Hlm. 361-367. Said DS, Mayasari N. 2007. Reproduksi dan pertumbuhan ikan pelangi Telmatherina ladigesi dengan rasio kelamin berbeda pada 197 Biologi reproduksi Marosatherina ladigesi habitat ex-situ. Jurnal Akuakultur Indonesia 8(1): 41-47. incisus, Weber 1907) di Danau Sentani. Jurnal Iktiologi Indonesia 9 (1): 49-61. Said DS, Haryani GS. 2011. Sistem pengelolaan habitat ikan hias endemik Indonesia. In: Sastranegara MH, Lestari W, Hartoyo B, Bagananda (ed). Prosiding Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup 2011. Purwokerto, November 2011. Hlm. 13-23. Stacey NE. 1984. Control of timing of ovulation by exogenous and endogenous factors.In Potts GW, Wootton RJ (ed). Fish reproduction: Strategies and Tactics. Academic Press. London. pp. 207- 222. Scott DBC. 1979. Environmental timing and the control of reproduction in teleost fish. In Miller PJ (eds). Fish Phenology: Anabolic Adaptivennes in Teleost. The Zoological Society of London. Academic Press Inc. London. pp. 223-244. Siby LS, Rahardjo MF, Safei DS. 2009. Biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis 198 Steel RG.D, Torrie JH. 1981. Principles and Procedure of Statistic. Second edition. McGraw Hill Book Company, Inc New York.748 p. Tresnati J. 2001. Kajian aspek biologi ikan sebelah langkau Psettodes erumei, di Perairan Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. 109 hlm. Jurnal Iktiologi Indonesia