Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 375-390 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.503
Aspek biologi reproduksi ikan molly, Poecilia latipinna (Lesueur 1821)
di tambak Bosowa Kabupaten Maros
[Reproductive biology of sailfin molly, Poecilia latipinna (Lesueur, 1821) in tambak Bosowa
Kabupaten Maros]
Andi Tamsil dan Hasnidar
Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Muslim Indonesia, Jl. Urip Sumoharjo Km. 05, Makassar 90231.
andi.tamsil@umi.ac.id
hasnidar.yasin@umi.ac.id
Diterima: 16 Juli 2018; Disetujui: 10 September 2019
Abstrak
Ikan molly, Poecilia latipinna adalah salah satu ikan hias asing di Indonesia. Ikan ini telah ditemukan masuk di areal
pertambakan di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan sebagai hama. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi
spesies dan mengamati aspek biologi reproduksinya. Penelitian berlangsung dari November 2017-April 2018 di areal
pertambakan Bosowa Isuma Kabupaten Maros. Pengambilan sampel menggunakan jaring insang. Sampel dipisahkan
untuk tujuan identifikasi dan pengamatan biologi reproduksinya. Untuk pengamatan biologi reproduksi sampel dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dengan mengamati morfologi tubuh. Pengukuran panjang total menggunakan mistar geser dan penimbangan bobot dengan timbangan analitik. Gonad diawetkan dalam larutan formalin 4% digunakan
untuk penentuan tingkat kematangan gonad dan fekunditas. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa ikan molly yang
ditemukan adalah jenis Poecilia latipinna (Lesueur 1821). Sebaran ukuran panjang ikan jantan dan betina adalah 2676 dan 31-66 mm dengan rataan 51 dan 46 mm. Nisbah kelamin secara keseluruhan dan yang matang gonad (TKG
IV) antara ikan jantan dan betina adalah 1 : 2 dan 1 : 10; pola pertumbuhan jantan dan betina adalah allometrik negatif
dan isometrik; memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada bulan Januari. Jumlah larva yang akan dilahirkan (larval fecundity) berkisar 12-111 ekor dengan rata-rata ± 32 ekor larva/induk.
Kata penting: betina, biologi reproduksi, ikan molly, jantan
Abstract
Sailfin molly, Poecilia latipinna is one of the alien ornamental fishes in Indonesia. This fish has been found in the
aquaculture area in Maros Regency, south Sulawesi as a pest. The research aimed to identify species and observe
aspects of reproductive biology of sailfin molly. The study was conducted in the Bosowa Isuma aquaculture area, in
Maros Regency from November 2017 to April 2018. Fish was captured using a gillnet. The catches were separated
for fish identifying and reproductive biology purposes. For the observation of reproductive biology, the samples were
separated by sex according to external morphology. Measurement of total length and weight using calliper (mm) and
analytical scales (g), respectively. The gonads preserved in the 4% formalin solution, used for determination of gonad
developmental stages and fecundity. Identification results showed that the molly fish found in the ponds was Poecilia
latipinna (Lesueur 1821). The length distribution of male and female fish was 26-76 and 31-66 mm with a mean of 51
and 46 mm, respectively. Overall, sex ratio and mature gonads between male and female fish were 1: 2 and 1:10; the
growth patterns of male and female were negative allometrics and isometric, respectively. This fish is spawn
throughout the year with the peak of spawning in January. The number of larvae to be born (larval fecundity) ranges
from 12-111 individuals with an average of ± 32 larva/female.
Keywords: female, male, reproductive biology, sailfin molly
juga dimanfaatkan sebagai pengendali hayati
Pendahuluan
Ikan molly Poecilia latipinna (Lesueur
nyamuk, khususnya nyamuk demam berdarah
1821) adalah salah satu jenis ikan hias asing di
(Castleberry & Cech 1990, Linden & Cech
Indonesia. Ikan ini berasal dari Meksiko (Shipp
1990, Homski et al. 1994), dan sumber protein
1986), tersebar secara luas ke seluruh dunia ter-
(makanan) di beberapa negara meskipun ukur-
masuk Indonesia (Koutsikos et al. 2018). Fami-
annya kecil (Al-Ghanim 2005). Karena populer
li Poecilidae selain terkenal sebagai ikan hias
sebagai ikan hias dan agen pengendali hayati
Masyarakat Iktiologi Indonesia
Ikan molly di tambak
nyamuk demam berdarah maka ikan molly
kontrol populasi nyamuk (FLMNH 2005).
diintroduksi di seluruh dunia (Courtenay &
Dengan kemampuan adaptasi lingkungan yang
Meffe 1989, Froese & Pauly 2014).
tinggi tersebut, ikan molly sukses hidup pada
Ikan molly umumnya berukuran kecil
lingkungan baru.
(Robins & Ray 1986), namun dapat mencapai
Petani tambak di Kabupaten Maros
panjang 15 cm (Rohde et al. 1994). Lama hi-
mengeluhkan hadirnya jenis ikan-ikan kecil di
dupnya kurang lebih tiga tahun dan melakukan
saluran tambak dan jika lolos masuk ke dalam
proses reproduksi kurang lebih 15 bulan (Froese
petakan tambak budi daya maka akan menjadi
&
mempunyai
kompetitor makanan, ruang, oksigen serta dapat
fekunditas tinggi, periode kehamilan pendek,
memangsa larva-larva udang dan ikan pelihara-
dan proses reproduksinya cepat (Lockwood et
annya. Untuk mencegah masuknya ke dalam
al. 2007). Selain itu musim reproduksi umum-
petakan tambak budi daya maka petani mema-
nya berlangsung panjang yaitu kurang lebih tu-
sang jaring di pintu-pintu pemasukan air. Hasil
juh bulan (Johnson 2008). Untuk membedakan
wawancara petani tambak setempat, ikan ini
jantan dan betina dapat diamati dari bentuk tu-
sangat mudah berkembangbiak sehingga cepat
buhnya (dimorfisme seksual). Ikan jantan me-
melimpah. Ikan ini ditangkap dengan menggu-
miliki sirip punggung yang lebih panjang dan
nakan jaring dan dikumpulkan di pematang dan
lebih tinggi dan bisa diperpanjang seperti layar,
mereka memanfaatkannya sebagai pakan ternak
betina memiliki sirip punggung bundar yang
(itik) dan jika berlebih dibuang begitu saja.
lebih kecil (Boschung & Mayden 2004). Jantan
Petani tambak tidak mengetahui secara pasti
dewasa juga dapat dibedakan dengan kehadiran
jenis ikan tersebut, kapan dan bagaimana ikan
gonopodium, modifikasi dari sirip dubur menja-
ini ada di areal pertambakan mereka.
Pauly
2014).
Ikan
molly
di batang seperti organ persetubuhan yang digu-
Di Sulawesi Selatan, ikan molly, P. lati-
nakan untuk fertilisasi internal (Page & Burr
pinna dijadikan sebagai pakan ikan arowana dan
1991, Rohde et al. 1994, Boschung & Mayden
ikan-ikan karnivora lainnya. Karena ikan molly
2004).
dimanfaatkan sebagai pakan alami, maka pemIkan molly hidup di daerah beriklim se-
budidaya ikan hias memelihara ikan ini pada
dang dan tropis (Meffe & Snelson 1989), dapat
tempat-tempat tertentu dan diduga inilah awal
menoleransi kisaran salinitas yang luas atau
mula ikan ini menyebar di perairan umum ter-
eurihalin (Beck et al. 2003), tetapi habitat
masuk hadirnya ikan ini di areal pertambakan di
alaminya di perairan payau (Johnson 1981).
Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Gamradt &
Ikan molly juga sangat toleran terhadap perairan
Kats (1996), Goodsell & Kats (1999), Econo-
yang kekurangan oksigen (Timmerman &
midis et al. (2000), Leyse et al. (2004), dan
Chapman 2004, Nordlie 2006) dan bahkan pada
Segev et al. (2009) mengatakan bahwa intro-
perairan tercemar (Felley & Daniels 1992,
duksi spesies Poecilia memberikan dampak
Gonzales et al. 2005). Ikan ini bersifat omni-
negatif terhadap spesies ikan asli khususnya
vora, pemakan alga (Chick & Mlvor, 1997),
ikan endemik melalui mekanisme pemangsaan,
avertebrata kecil termasuk larva nyamuk (Rohde
kompetisi makanan dan habitat. Ikan molly pe-
et al. 1994), dan telah dijadikan sebagai bio-
makan segala sehingga dapat memangsa larva
376
Jurnal Iktiologi Indonesia
Tamsil dan Hasnidar
ikan dan udang, berkembangbiak dengan cepat
pel ikan yang tertangkap dikumpulkan kemu-
sehingga menjadi penyaing makanan dan ruang
dian dibersihkan/dicuci dan ditiriskan, selanjut-
bagi organisme di lingkungan yang baru.
nya dimasukkan dalam kotak pendingin dan di-
Penelitian ini bertujuan untuk mengiden-
beri es batu. Pengamatan sampel dilakukan di
tifikasi jenis spesies Famili Poeciliidae yang ada
Laboratorium Rekayasa Biota dan Lingkungan
di tambak Kabupaten Maros, mengamati aspek
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK)
biologi reproduksinya meliputi sebaran frekuen-
Universitas Muslim Indonesia (UMI).
si panjang, nisbah kelamin, hubungan panjang
Ikan sampel yang akan diidentifikasi ter-
bobot, tingkat kematangan gonad, dan fekun-
lebih dahulu direndam dalam larutan formalin
ditas.
10% selama satu minggu. Setelah satu minggu
sampel dikeluarkan dari larutan formalin lalu
Bahan dan metode
dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam.
Pengambilan sampel ikan dilakukan satu
Selanjutnya ikan direndam ke dalam larutan
kali setiap bulan, selama enam bulan mulai No-
alkohol 70%. Ikan yang sudah diawetkan dalam
vember 2017 sampai April 2018, di areal per-
alkohol dibungkus kain kasa dengan dibasahi
tambakan PT. Bosowa Isuma yang terletak di
alkohol dimasukkan dalam plastik dan dikirim
Desa Mattirotasi, Kecamatan Maros Baru Kabu-
ke Laboratorium Ikan, Bidang Zoologi, Pusat
paten Maros Sulawesi Selatan (Gambar 1).
Penelitian Biologi LIPI Cibinong, untuk keper-
Pengambilan sampel ikan menggunakan
luan identifikasi.
jaring insang berukuran mata jaring 1 mm. Sam-
Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel ikan molly di areal pertambakan PT. Bosowa Isuma terletak
di Desa Mattirotasi, Kecamatan Maros Baru Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.
Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019
377
Ikan molly di tambak
Ikan sampel yang akan diamati aspek
Tingkat kematangan gonad ikan jantan
biologi reproduksinya dipisahkan berdasarkan
dan betina ditentukan berdasarkan ciri-ciri mor-
jenis kelamin dengan mengamati bentuk tubuh.
fologis meliputi warna, bentuk, ukuran gonad,
Pengukuran panjang total menggunakan mistar
posisi gonad di dalam rongga perut (Effendie
geser berketelitian 0,1 mm, dan penimbangan
1979). Ikan molly adalah ovovivipar, di dalam
bobot tubuh menggunakan timbangan analitik
gonadnya berkembang telur sebelum dibuahi,
berketelitian 0,01 gram. Gonad diawetkan dalam
telur terbuahi, embrio dan larva, maka kema-
larutan formalin 4%, untuk digunakan dalam
tangan gonad dibagi dua yaitu 1) perkembangan
penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
telur sebelum dibuahi dan 2) perkembangan te-
dan fekunditas larva.
lur setelah dibuahi sampai menjadi larva sebe-
Hubungan panjang bobot dianalisis de-
lum dilahirkan (dipijahkan).
ngan menggunakan rumus Hile (1963) in
Effendie (1979) yaitu :
Fekunditas ikan molly adalah jumlah larva yang ada di dalam gonad sebelum dipijahkan
b
W = aL
Keterangan: W= bobot tubuh ikan (gram); L= panjang total ikan (mm); a,b = konstanta.
(larval fecundity), dan metode yang digunakan
adalah menghitung langsung larva di dalam
gonad (Effendie 1979).
Pola pertumbuhan ikan molly dapat ditentukan dari nilai konstanta b hubungan pan-
Hasil
jang bobot ikan tersebut. Jika b=3, maka per-
Identifikasi
tumbuhannya bersifat isometrik (pertambahan
Berdasarkan hasil identifikasi (Kottelat et
panjang sebanding dengan pertambahan bobot).
al. 1993) ikan molly yang ditemukan sebagai
Jika b tidak sama dengan 3 maka hubungan
hama di tambak Kabupaten Maros adalah seba-
yang terbentuk adalah allometrik (pertambahan
gai berikut. Ordo: Cyprinodontiformes, famili:
panjang tidak sebanding dengan pertambahan
Poeciliidae, spesies: Poecilia latipinna.
bobot). Apabila b>3, maka hubungannya bersi-
Deskripsi: bentuk tubuh lonjong dan rela-
fat allometrik positif yaitu pertambahan bobot
tif memanjang, dengan panjang total 24,6-56,5
lebih dominan daripada pertambahan panjang-
mm. Kepala kecil dengan bagian atasnya relatif
nya, sedangkan jika b<3, maka hubungan yang
rata, mulut kecil dengan bagian ujung cenderung
terbentuk bersifat allometrik negatif yaitu per-
mengarah ke atas. Sirip punggung ikan jantan
tambahan panjang lebih dominan daripada per-
terlihat besar dan lebar dibandingkan dengan
tambahan bobotnya (Effendie 1979).
betina, sirip punggung berwarna keabuan dihiasi
Penentuan nisbah kelamin dilakukan
bintik-bintik hitam. Pangkal sirip ekor lebar, dan
dengan menghitung jumlah ikan jantan dan ikan
bentuk sirip ekor membulat. Warna tubuh abu-
betina yang tertangkap dengan menggunakan
abu gelap pada bagian atas, sedangkan warna
rumus, yaitu:
bagian perut terlihat lebih muda. Jumlah jariJ
X = -----B
Keterangan: X = nisbah kelamin, J= jumlah ikan
jantan (ekor), B= jumlah ikan betina (ekor).
378
jari sirip punggung 14-15 jari-jari; jumlah jarijari sirip anal yaitu 8-10 jari-jari; linea lateralis
dengan 27-30 sisik (Gambar 2).
Jurnal Iktiologi Indonesia
Tamsil dan Hasnidar
betina
jantan
1 cm
Gambar 2 Ikan molly jantan dan betina (tanda O = gonopodium)
Ikan molly bersifat dimorfisme dan dikromatisme seksual. Dimorfisme seksual yaitu
39% dan terkecil pada ukuran 31 mm sebanyak
1 ekor atau 0,1% (Gambar 3 B).
ikan jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan bentuk morfologinya, ikan jantan ukuran
tubuhnya lebih langsing dan betina lebih gemuk.
Sirip punggung ikan jantan lebih panjang dan
tinggi dan bisa diperpanjang seperti layar sehingga ikan ini disebut juga sailfin molly, sedangkan sirip punggung betina lebih kecil dan
pendek. Selain itu ikan molly jantan dewasa
mempunyai gonopodium yaitu modifikasi dari
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin antara ikan molly jantan
dan betina dari seluruh sampel ikan pada penelitian ini adalah 34,46% : 65,54% atau 1 : 2
(Gambar 4). Nisbah kelamin antara ikan jantan
dan betina dari ikan yang dalam keadaan matang
gonad (TKG IV) adalah 9,35% : 90,65% atau 1 :
10 (Gambar 5).
sirip dubur, digunakan untuk memasukkan
sperma ke dalam tubuh ikan betina. Dikromatisme seksual yaitu perbedaan jantan dan betina
dari warna tubuhnya, ikan jantan bewarna lebih
cemerlang dan betina lebih pucat.
Sebaran frekuensi panjang
Hubungan panjang bobot
Berdasarkan hasil analisis hubungan
panjang-bobot ikan molly jantan diperoleh
model hubungan: W = 3x10-5 L
2,88
, betina di-
peroleh model hubungan W = 3x10-5 L3,02
(Gambar 6).
Hasil pengukuran sebaran frekuensi panjang ikan molly jantan menunjukkan bahwa
ukuran panjang ikan yang tertangkap berkisar
antara 26-76 mm. Proporsi terbesar didapatkan
pada ukuran 51 mm sebanyak 112 ekor atau
31% dan terkecil pada ukuran 71 mm sebanyak
1 ekor atau 0,3% (Gambar 3 A). Ukuran panjang ikan betina yang tertangkap berkisar antara
31-66 mm, yang proporsi terbesarnya didapatkan pada ukuran 46 mm sebanyak 271 ekor atau
Tingkat kematangan gonad (TKG)
Kriteria TKG Ikan molly dibagi dua,
yaitu (1) perkembangan telur sebelum dibuahi
(Tabel 1) dan (2) perkembangan telur setelah
dibuahi sampai menjadi larva sebelum dipijahkan (Tabel 2 dan Gambar 7). Kriteria tersebut
berdasarkan petunjuk penentuan TKG menurut
Effendie (1979), yang dimodifikasi sesuai dengan hasil pengamatan peneliti pada ikan molly
yang ovovivipar .
Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019
379
Ikan molly di tambak
A
120
100
Frekuensi (ekor)
112
n = 366 ekor
ikan jantan
75
80
70
60
37
40
20
25
12
10
15
11
1
2
66
71
76
10
7
0
0
61
66
71
76
0
26
31
36
41
46
51
56
61
Nilai tengah kelas panjang (mm)
B
300
Frekuensi (ekor)
250
n = 696 ekor
ikan betina
271
228
200
150
87
81
100
50
0
1
11
26
31
36
0
41
46
51
56
Nilai tengah kelas panjang (mm)
Gambar 3 Penyebaran frekuensi panjang ikan molly jantan (A) dan betina (B)
n = 366
atau
34%
n = 696
atau
65,54 %
Jantan
Betina
Gambar 4 Persentase antara ikan molly jantan dan betina
380
Jurnal Iktiologi Indonesia
Tamsil dan Hasnidar
n = 40
atau
9,35 %
jantan
betina
n = 388
atau
90,65%
Gambar 5 Persentase antara ikan molly jantan dan betina pada TKG IV
A
Bobot Tubuh (gram)
7
W = 3 x 10-5 L 2,88
R² = 0,91
n = 366
6
5
4
3
2
1
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
70
80
90
100
Panjang Total (mm)
B
Bobot tubuh (gram)
7
W = 3 x 10-5 L3,02
R² = 0,85
n = 696
6
5
4
3
2
1
0
0
10
20
30
40
50
60
Panjang Total (mm)
Gambar 6 Hubungan panjang bobot ikan molly jantan (A) dan betina (B)
Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019
381
Ikan molly di tambak
Tabel 1 Tingkat kematangan gonad ikan molly betina dan jantan
TKG
Ikan betina
Ikan jantan
I (belum
Ovarium berukuran sangat kecil, memanjang
Testes berukuran sangat ke-
berkembang)
seperti benang, telur nampak seperti cairan ku-
cil, memanjang seperti be-
ning muda
nang.
II (perkembangan
Ovarium berukuran lebih besar dari pada
Testes berukuran lebih besar
awal)
tingkat I, warna kuning muda, telur tidak dapat
dari tingkat I, warna testes
dilihat dengan mata, keadaan telur kecil, trans-
putih
paran
III (perkembangan
Ovarium berwarna kuning tua sampai orange,
Testes berukuran lebih besar,
akhir)
berbutir-butir, pembuluh darah terlihat di ba-
salah satu bagian berukuran
gian atasnya, memanjang sampai 2/3 bagian
lebih besar, berisi cairan pu-
dari rongga perut, telur mudah terlihat. Keada-
tih
an telur dalam ukuran sedang dan berwarna
tidak terang, bebas`dari folikel
IV (masak)
Ovarium berwarna orange tua,pembuluh darah
Testes berukuran lebih besar
jelas, mengisi hampir ¾ bagian rongga perut,
daripada tingkat III, berisi
telur jelas terlihat.
cairan kental warna putih
susu
V (Telur terbuahi)
Telur dalam ovarium telah terbuahi menjadi
Testes berkerut, cairan sper-
zygot, nampak bintik mata pada setiap telur
ma sudah dikeluarkan
yang terbuahi, warna zygot transparan
Tabel 2 Perkembangan embrio sampai menjadi larva sebelum dipijahkan
Tingkat perkembangan larva
Kriteria
I (embrio)
Terjadi zygot, terlihat bintik mata pada setiap butir telur
II (embrio berkembang)
Zygot telah berkembang menjadi embrio ikan, nampak notochor,
kuning telur masih banyak
III (pralarva)
Embrio berkembang menjadi anak ikan, kuning telur masih ada tetapi
jumlahnya sedikit
IV (pascalarva)
Anak ikan yang siap dipijahkan/dilahirkan, kuning telur habis diserap
V (Salin)
Ditemukan telur dan anak ikan sisa yang tidak sempat dipijahkan atau
dilahirkan
382
Jurnal Iktiologi Indonesia
Tamsil dan Hasnidar
I. Embrio
Terjadi zygot, terlihat bintik mata pada
setiap butir telur
II. Embrio berkembang
Zygot telah berkembang menjadi embrio ikan,
nampak notochor, kuning telur masih banyak
III. Pralarva
Embrio berkembang menjadi anak ikan,
kuning telur masih ada tapi jumlahnya
sedikit
IV. Pascalarva
Anak ikan yang siap dipijahkan/dilahirkan,
kuning telur sudah habis terserap
V. Salin
Ditemukan telur dan larva sisa yang tidak
sempat dipijahkan/dilahirkan
Gambar 7 Perkembangan embrio sampai menjadi larva sebelum dipijahkan
Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019
383
Ikan molly di tambak
Hubungan antara jumlah ikan molly jan-
Januari dan mulai menurun pada bulan Februari
tan dan betina dengan TKG menunjukkan bah-
(Gambar 9).
wa ikan molly ditemukan berada pada semua
tingkatan TKG
Berdasarkan frekuensi ikan yang matang
yaitu I-V. Ikan molly jantan
gonad hubungannya dengan ukuran panjang
ditemukan jumlah tertinggi pada TKG II, se-
menunjukkan bahwa baik ikan jantan maupun
dangkan ikan molly betina pada TKG V
betina sudah ada yang matang gonad pada
(Gambar 8).
ukuran 41 mm, namun jumlah paling banyak
Jumlah ikan baik jantan maupun betina
matang gonad pada pada ikan jantan yaitu ukur-
yang matang gonad (TKG IV) mulai meningkat
an 56 mm, dan betina ukuran 51 mm (Gambar
pada bulan Desember, tertinggi pada bulan
10).
Jumlah ikan (ekor)
400
362
350
300
250
200
150
143
136
111
107
79
100
58
50
6
26
34
0
I
II
III
IV
V
Tingkat Kematangan Gonad
jantan
betina
Gambar 8 Jumlah ikan molly jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad
Jumlah TKG IV (Ekor)
120
107
n = 428
100
jantan
95
86
betina
80
60
51
30
40
20
19
5
7
Nov
Des
10
9
5
4
Mar
April
0
Jan
Feb
Bulan Pengamatan
Gambar 9 Distribusi TKG IV jantan dan betina pada bulan November 2017-April 2018
384
Jurnal Iktiologi Indonesia
Tamsil dan Hasnidar
Frekuensi (ekor)
A
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
90
n = 366 ekor
61
46
35
20
12
13
11
10
24
0
0
0
26
31
36
12 12
2
41
46
51
56
61
11
4
01
02
66
71
76
3 7
2 5
0 0
66
71
76
Nilai Tengah Kelas Panjang (mm)
Belum Matang Gonad
Matang Gonad
B
180
n = 696 ekor
162
Frekuensi (ekor)
160
140
109
120
121
107
100
80
61
51
60
30
40
20
0 0
0 0
26
31
1 0
9
26
2
0
36
41
46
51
56
61
Nilai Tengah Tengah Kelas Panjang (mm)
Belum Matang Gonad
Matang Gonad
Gambar 10 Distribusi ikan molly jantan (A) dan betina (B) yang matang dan belum matang gonad
Pembahasan
Poecilia reticulata yang ukuran jantan lebih
Sebaran ukuran panjang ikan molly jan-
kecil daripada betina (Panjaitan et al. 2016), dan
tan lebih besar daripada ikan betina, dan pro-
ikan Gambusia holbrooki betina yang dapat
porsi terbesar yang tertangkap pada ikan jantan
mencapai ukuran maksimal 8 cm dan jantan 3,5
lebih besar yaitu ukuran 51 mm sebesar 31%
cm (Johnson 2008). Pertumbuhan ikan jantan
daripada ikan betina ukuran 46 mm sebesar
lebih besar daripada betina dapat disebabkan
39%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
oleh energi yang dihasilkan dari pakan pada
ukuran ikan jantan relatif lebih panjang daripada
ikan jantan sepenuhnya dimanfaatkan untuk
ikan betina. Hal tersebut berbeda dengan yang
pertumbuhan, sedangkan pada ikan betina seba-
ditemukan pada kerabatnya, yaitu ikan guppy
gian energi pakan selain untuk tumbuh diguna-
Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019
385
Ikan molly di tambak
kan untuk reproduksi, perkembangan gonad, dan
mukakan oleh Farr (1989) bahwa ikan molly be-
produksi telur. Hasil penelitian menunjukkan
tina memiliki kemampuan untuk menyimpan
bahwa sebanyak 52% ikan betina yang tertang-
sperma dalam waktu yang lama sehingga dapat
kap dalam keadaan mengandung anaknya.
hamil berulang kali dengan hanya satu kali
kawin.
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin antara ikan molly jantan
Hubungan panjang bobot
dan betina secara keseluruhan yang diperoleh
Ikan molly jantan memiliki pola per-
adalah 34,46% : 65,54% atau 1 : 2 (Gambar 4).
tumbuhan allometrik negatif, sedangkan ikan
Nisbah kelamin tersebut menunjukkan bahwa
molly betina memiliki pola pertumbuhan iso-
populasi ikan jantan yang tertangkap lebih kecil
metrik (Gambar 6). Erguden (2013) melaporkan
jumlahnya dibandingkan dengan populasi ikan
pola pertumbuhan ikan Gambusia holbrooki jan-
betina. Hal yang sama pada spesies P. latipinna
tan adalah allometrik negatif dan betina isome-
yang dilaporkan oleh Al-Akel et al. (2010) dan
trik, selanjutnya Patimar et al. (2011) pada ikan
spesies P. velifera (Sanguansil & Lheknim
yang sama pola pertumbuhan ikan jantan allo-
2010). Namun berbeda pada spesies P. reticu-
metrik negatif dan betina allometrik positif.
lata yang dilaporkan oleh Panjaitan et al. (2016)
Adanya perbedaan pola hubungan panjang bo-
yaitu nisbah jantan dan betina sama (1:1). Per-
bot dipengaruhi oleh musim, habitat, kematang-
bedaan nisbah kelamin tersebut diduga karena
an gonad, jenis kelamin, makanan, kepenuhan
perbedaan lingkungan. Rahardjo (2006) menya-
lambung, kesehatan, teknik pengawetan, dan
takan bahwa nisbah kelamin di daerah tropis
variasi tahunan terahadap kondisi lingkungan
seperti Indonesia bersifat variatif dan dapat me-
(Bagenal & Tesch 1978, Froese 2006).
nyimpang dari 1:1.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
Nisbah kelamin antara ikan molly jantan
ikan molly jantan memiliki bentuk tubuh cende-
dan betina berdasarkan pada jumlah ikan yang
rung lebih kurus dibandingkan ikan betina yang
matang gonad (TKG IV) adalah informasi pen-
isometrik yaitu penambahan panjang dan bobot
ting untuk menilai potensi rekrutmen. Nisbah
tubuh hampir seimbang. Pertambahan bobot
kelamin ikan jantan dan betina matang gonad
yang relatif lebih besar pada ikan betina diban-
(TKG IV) yang diperoleh pada penelitian ini
dingkan ikan jantan diduga karena ikan betina
adalah 9,35% : 90,65% atau 1 : 10 (Gambar 5).
yang tertangkap cenderung lebih banyak dalam
Ikan jantan sangat kurang ditemukan matang
keadaan matang gonad dan mengandung anak
gonad diduga terkait dengan tingkah laku repro-
dalam perutnya. Menurut Boschung & Mayden
duksi ikan molly. Ikan molly betina yang ma-
(2004), pada ikan ovovivipar bentuk tubuh ikan
tang gonad tidak selalu membutuhkan pasangan
betina dewasa cenderung lebih besar daripada
dalam perkawinan karena ikan betina dapat me-
ikan jantan, terutama mereka yang mengandung
nyimpan sperma di dalam tubuhnya. Sperma
anak di dalam perutnya.
tersebut dapat membuahi telur yang matang di
Ikan tidak selalu memiliki pola pertum-
dalam tubuh induk betina, tanpa kehadiran ikan
buhan yang sama. Hubungan panjang bobot
jantan. Hal tersebut sejalan dengan yang dike-
yang berbeda dapat dipengaruhi oleh beberapa
386
Jurnal Iktiologi Indonesia
Tamsil dan Hasnidar
faktor antara lain tingkat kematangan gonad,
bangan V, larva sudah dilahirkan dan gonad ber-
usia, jenis kelamin (Dulcic et al. 2003), musim
kerut, berisi telur dan larva sisa yang tidak
dan habitat (Froese 2006), kondisi lingkungan
sempat dilahirkan (Tabel 2). Ikan ovovivipar
perairan (Ali et al. 2001), faktor makanan dan
dalam proses perkembangan embrio dan larva-
ukuran tubuh (Ebrahim & Ouraji 2012). Selan-
nya tidak menerima makanan tambahan dari in-
jutnya Froese (2006) mengemukakan bahwa
duknya (Wydoski & Whitney 2003). Larva yang
secara umum nilai b tergantung pada kondisi
dipijahkan berukuran kecil dan beratnya hanya
biologis ikan seperti perkembangan gonad dan
berkisar 1,2 hingga 1,3 mg (Johnson 2008).
ketersediaan makanan (Froese 2006) dan juga
Jumlah ikan molly jantan dan betina pada
kondisi fisiologis dan kondisi lingkungan seperti
masing-masing TKG bervariasi, jumlah ikan
suhu, pH, salinitas, letak geografis, dan teknik
jantan dan betina tertinggi yaitu pada TKG II
sampling (Jenning et al. 2001).
dan V (Gambar 8). Berdasarkan variasi TKG
tersebut memberikan dugaan bahwa ikan molly
Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
mempunyai musim pemijahan yang panjang.
Tingkat perkembangan ovarium dan
Menurut Johnson (2008) ikan yang termasuk
testis ikan molly ditentukan dan diklasifikasikan
dalam famili Poecilidae mempunyai musim
kedalam lima tingkatan berdasarkan kondisi
reproduksi yang panjang yaitu sekitar 7 bulan,
morfologis dan posisi gonad dalam rongga perut
bahkan pada suhu yang cocok reproduksinya
(Effendie 1979). Pertelaan tingkat perkembang-
dapat berlangsung sepanjang tahun.
an ikan molly dikemukakan pada Tabel 1. Peng-
Berdasarkan jumlah ikan jantan dan beti-
amatan tingkat perkembangan gonad ikan molly
na yang matang gonad (TKG IV) hubungannya
(P. latipinna) telah dilaporkan pula oleh Al-
dengan waktu pengamatan menunjukkan bahwa
Akel et al. (2010), baik jantan maupun betina
baik ikan molly jantan maupun betina jumlah
diklasifikasikan kedalam lima tahap perkem-
ikan yang matang gonad mulai meningkat pada
bangan berdasarkan kondisi morfologi gonad
bulan Desember, tertinggi pada bulan Januari
merujuk pada Pusey et al. (2001).
dan mulai menurun pada bulan Februari. Jadi
Ikan molly adalah ikan yang pembuahan
meskipun waktu pemijahan ikan molly panjang
telurnya terjadi di dalam tubuh induk sehingga
namun aktifitas reproduksi tertinggi terjadi dari
perkembangan embrio atau larva di dalam perut
bulan Januari (Gambar 10). Pada spesies P. veli-
sebelum dipijahkan diamati pula dalam peneli-
vera bereproduksi terus menerus sepanjang ta-
tian ini. Perkembangan embrio tersebut diklasi-
hun dengan dua puncak pemijahan, yaitu pada
fikasikan kedalam lima tahap berdasarkan mor-
bulan Maret-Mei dan Agustus-Desember (Sang-
fologi embrio dan kuning telurnya. Tahap per-
uansil & Lheknim 2010).
kembangan I dan II diklasifikasikan sebagai em-
Ikan molly adalah ikan yang berukuran
brio karena telur baru saja dibuahi, kuning telur
kecil dan berdasarkan sebaran frekuensi panjang
masih sangat banyak; perkembangan III dan IV
ikan jantan dan betina yaitu berkisar antara 26-
diklasifikasikan sebagai larva karena bentuk
76 mm dan 31-66 mm. Karena berukuran kecil
tubuh sudah menyerupai ikan dan kuning telur
maka ukuran terkecil matang gonad ikan jantan
sudah hampir habis terserap. Tahap perkem-
maupun betina juga relatif kecil, yaitu 41 mm
Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019
387
Ikan molly di tambak
(Gambar 9). Ukuran tersebut masih lebih besar
(Poecilia latipinna Lesueur 1821). Sebaran
dibanding kerabatnya yaitu ikan betina Gambu-
ukuran panjang ikan jantan lebih besar daripada
sia holbrooki matang gonad pada ukuran pan-
ikan betina, rataan panjang ikan jantan dan beti-
jang sekitar 20 mm, bahkan dapat matang pada
na yaitu 51 mm dan 46 mm. Nisbah kelamin
ukuran panjang yang lebih kecil yaitu 10-20 mm
secara keseluruhan antara ikan jantan dan betina
jika berada pada kondisi stres (Johnson 2008).
adalah 1:2, sedangkan nisbah kelamin antara
Tetapi lebih besar pada spesies P. velivera yaitu
jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV)
matang gonad pada jantan dan betina pada ukur-
adalah 1:10. Pola pertumbuhan ikan molly jan-
an 18,8 dan 17,1 mm (Sanguansil & Lheknim
tan adalah allometrik negatif dan betina isome-
2010). Ikan dalam famili Poeciliidae umumnya
trik. Ikan molly memijah sepanjang tahun de-
berukuran kecil dan berumur relatif pendek, se-
ngan puncak pemijahan pada bulan Januari.
hingga
kecil.
Jumlah larva yang akan dilahirkan berkisar 12-
Menurut Froese dan Pauly (2014), ikan molly
111 ekor dengan rata-rata ± 32 ekor larva/induk.
ukuran
kematangannya
juga
berumur kurang lebih tiga tahun, kerabatnya yaitu
ikan guppy P. reticulata betina berumur 2 tahun
Persantunan
dan jantan lebih pendek yaitu 1 tahun (Johnson
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
2008), ikan G. affinis betina berumur sekitar 6
Universitas Muslim Indonesia melalui Lembaga
bulan-1,5 tahun, dan jantan berumur rata-rata
Penelitian dan Pengembangan
jauh lebih pendek, meskipun perkiraan yang
(LP2S) yang telah mendanai terlaksananya kegi-
tepat belum tersedia (Haynes & Cashner 1995).
atan penelitian ini.
Fekunditas
Daftar pustaka
Fekunditas ikan molly adalah jumlah larva ikan yang akan dikeluarkan pada saat pemijahan (larval fecundity). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah larva yang ada di
dalam gonad ikan betina yaitu antara 12-111
ekor, dengan rata-rata 32 larva/ekor induk. Semakin besar ukuran induk cenderung jumlah
larva yang dikandungnya semakin banyak.
Menurut Rohde et al. (1994), jumlah anak yang
dapat dilahirkan ikan molly dapat mencapai 141
ekor, jumlah ini dapat bertambah bergantung
kepada ukuran induk betina (Boschung &
Mayden 2000).
Simpulan
Ikan yang ditemukan sebagai hama di
tambak Kabupaten Maros adalah ikan molly
388
Sumberdaya
Ali M, Salam A, Iqbal F. 2001. Effect of environmental variables on body composition
parameters of Channa punctata. Journal
of Research Science, 12(2): 200-206.
Al-Ghanim KA. 2005. Ecology of sailfin molly,
Poecilia latipinna (Lesueur, 1821) in
Wadi Haneefah stream, Riyadh, Saudi
Arabia. Ph.D. Thesis. King Saud University, Riyadh, KSA. 505 p.
Al-Akel AS, Al-Misned F, Al-Balawi HA, AlGhanim KA, Ahmad Z, Annazri H. 2010.
Reproductive biology of sailfin molly,
Poecilia latipinna (Lesueur, 1821) in
Wadi Haneefah Stream, Riyadh, Saudi
Arabia. Pakistan Journal of Zoology,
42(2): 169-176.
Bagenal TB, Tesch FW. 1978. Age and growth.
In: Begenal T. (ed.). Methods for assessment of fish production in freshwater. 3rd
ed. Handbook No. 3, Blackwell Science
Publications, Oxford, pp.101-136.
Beck C, Blumer L, Brown T. 2003. Effects of
salinity on metabolic rate in black
Jurnal Iktiologi Indonesia
Tamsil dan Hasnidar
mollies. In: O’Donnell M. (ed). Tested
studies for laboratory teaching. Proceedings of the 24th Workshop/Conference of
the Association for Biology Laboratory
Education. 24: 211-222.
Boschung HT, Mayden RL. 2004. Fishes of Alabama. Smithsonian Books, Washington,
D.C. 736 p.
Farr JA. 1989. Sexual selection and secondary
sexual differentiation in poeciliids: determinants of male mating success and the
evolution of female mating choice. In:
Meffe GK, Snelson Jr. FF (eds.). Ecology
and evolution of livebearing fishes (Poeciliidae). Prentice Hall, New Jersey.
Felley JD, Daniels GL. 1992. Life history of the
sailfin molly (Poecilia latipinna) in two
degraded waterways in southwestern
Louisiana. Southwestern Naturalist,
37(1): 16-21.
Castleberry DT, Cech JJ. 1990. Mosquito control in wastewater: a controlled and quantitative comparison of pupfish (Cyprinodon nevadensis amargosae), mosquito
fish (Gambusia affinis) and guppies
(Poecilia reticulata) in Sago pondweed
marshes. Journal of the American Mosquito Control Association, 6(2): 223-228.
Florida Museum of Natural History (FLMNH)
website at: http://www.flmnh.ufl.edu/fish/
gallery/descript/sailfinMolly/sailfin molly.
html. Diakses 10 Februari 2019.
Chick JH, Mlvor CC. 1997. Habitat selection by
three littoral zone fishes: effects of
predation pressure, plant density and
macrophyte type. Ecology of Freshwater
Fish, 6(1): 27-35.
Froese R. 2006. Cubelaw, condition factor and
weight-length relationships: history, meta-analysis and recommendations. Journal of Applied Ichthyology. 22(4): 241253.
Courtenay WR, Meffe GK. 1989. Small fishes
in strange places: A review of introduced
poeciliids. In: Meffe GK, Snelson Jr FF.
(eds). Ecology and evolution of livebearing fishes (Poeciliidae). Prentice
Hall, New Jersey. pp. 319-331.
Froese R, Pauly D (eds.). 2014. Fishbase. World
Wide Web electronic publication. www.
fishbase.org. version (08/2018)
Dulcic J, Pallaoro A, Cetinic P, Kraljevic M,
Soldo A, Jardas I. 2003. Age, growth and
mortality of picarel, Spicara smaris L.
(Pisces: Centracanthidae), from the eastern Adriatic (Croatian coast). Journal of
Applied Ichthyology, 19(1): 10-14.
Ebrahim IG, Ouraji H. 2012. Growth performance and body composition of kutum
fingerlings, Rutilus frisii kutum (Kamenskii 1901), in response to dietary protein levels. Turkish Journal of Zoology,
36(4): 551-558.
Economidis PS, Dimitriou E, Pagoni R, Michaloudi E, Natsis L. 2000. Introduced and
translocated fish species in the inland
waters of Greece. Fisheries Management
and Ecology, 7(3): 239-250.
Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan.
Yayasan Dwi Sri, Bogor. 112 p.
Erguden SA. 2013. Age, growth, sex ratio and
diet of eastern mosquitofish Gambusia
holbrooki Girard, 1859 in Seyhan Dam
Lake (Adana/Turkey). Iranian Journal of
Fisheries Sciences, 12(1): 204-218.
Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019
Gamradt SC, Kats LB. 1996. Effects of introduced crayfish and mosquito fish on
California newts. Conservation Biology,
10(4): 1155-1162.
Goodsell JA, Kats LB. 1999. Effect of introduced mosquitofish on Pacific treefrogs
and the role of alternative prey. Conservation Biology, 13(4): 921-924.
Gonzalez RJ, Cooper J, Head D. 2005. Physiological responses to hyper-saline waters
in sailfin mollies (Poecilia latipinna).
Comparative Biochemistry and Physiology Part A, 142(4): 397-403.
Haynes JL, Cashner RC. 1995. Life history and
population dynamics of the western mosquitofish: a comparison of natural and
introduced populations. Journal of Fish
Biology, 46(6): 1026-1041.
Homski D, Goren M, Gasith A. 1994. Comparative evaluation of the larvivorous fish
Gambusia affinis and Aphanis dispar as
mosquito control agents. Hydrobiologia,
284(2): 137-146.
Jennings S, Kaiser MJ, Reynolds JD. 2001.
Marine fisheries ecology. Blackwell Sciences, Oxford. 432 p.
389
Ikan molly di tambak
Johnson FN. 1981 The use of fish in studying
the behavioral effects of lithium. Pharmacopsychiatry, 14(6): 208-12.
Johnson L. 2008. Pacific northwest aquatic invasive species profile: western mosquito
fish (Gambusia affinis). Diakses 12 Februari 2019.
Kottelat M, Whitten A.J, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater fishes of
Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions. Jakarta, 221 p.
Koutsikos N, Vardakas L, Kalogianni E, Economou AN. 2018. Global distribution and
climatic match of a highly traded ornamental freshwater fish, the sailfin molly
Poecilia latipinna (Lesueur, 1821).
Knowledge & Management of Aquatic
Ecosystems, 419(23): 11.
Leyse KE, Lawler SP, Strange T. 2004. Effects
of an alien fish, Gambusia affinis, on an
endemic California fairy shrimp, Linderiella occidentalis: implications for conservation of diversity in fishless waters.
Biology Conservation, 118(1): 57-65.
Linden AL, Cech JJ. 1990. Prey selection by
mosquitofish (Gambusia affinis) in California rice fields: effects of vegetation
and prey species. Journal of the American
Mosquito Control Association, 6(1): 115120.
Lockwood JL, Hoopes MF, Marchetti MP.
2007. Invasion ecology. Blackwell Publishing. California, USA. 428 p.
Meffe GK, Snelson Jr FF. 1989. An ecological
overview of poecilid fishes. In: Meffe
GK, Snelson Jr FF (eds.). Ecology and
evolution of livebearing fishes (Poeciliidae). Prentice Hall. Engelwood Cliffs,
New Jersey, USA. 13-31.
Page LM, Burr BM. 1991. A field guide to
freshwater fishes of North America North
of Mexico. Houghton Mifflin Company,
New York. 432 p.
Patimar R, Ghorbani M, Gol-Mohammadi A,
Azimi-Glugahi H. 2011. Life history pattern of mosquitofish Gambusia holbrooki (Girard, 1859) in the Tajan River
(Southern Caspian Sea to Iran). Chinese
390
Journal of Oceanology and Limnology,
29(1): 167-173.
Panjaitan Y, Sucahyo K, Rondonuwu FS. 2016.
Struktur populasi ikan guppy (Poecilia
reticulata Peters) di Sungai Gajah Putih,
Surakarta, Jawa Tengah. Bonorowo Wetlands, 6(2): 103-109.
Pusey BJ, Arthington AH, Bird JA, Close PG.
2001. Reproduction in three species of
rainbowfish (Melanotaeniidae) from rainforest streams in northern Queensland,
Australia. Ecology of Freshwater Fish,
10(2): 75-87.
Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan
blama Nibea soldado (Lac.) (Famili
Scianidae) di perairan pantai Mayangan
Jawa Barat. Ichthyos, 5(2): 63-68.
Robins CR, Ray GC. 1986. A field guide to
Atlantic coast fishes of North America.
Houghton Mifflin Company, Boston. 357
p.
Rohde FC, Arndt RG, Lindquist DG, Parnell JF.
1994. Freshwater fishes of the Carolinas, Virginia, Maryland and Delaware.
Univ. North Carolina Press. Chapel Hill,
North Carolina and London, England.
222 p.
Sanguansil S, Lheknim V. 2010. The occurrence
and reproductive status of Yucatan molly
Poecilia velifera (Regan, 1914) (Poeciliidae; Cyprinodontiformes): an alien fish
invading the Songkhla Lake Basin, Thailand. Aquatic Invasions, 5(4): 423-430.
Segev O, Mangel M, Blaustein L. 2009. Deleterious effects by mosquitofish (Gambusia
affinis) on the endangered fire salamander (Salamandra infraimmaculata). Animal Conservation, 12(1): 29-37.
Shipp RL. 1986. Dr. Bob Shipp’s guide to fishes
of the Gulf of Mexico. 20th Century
Printing Co. Mobile, Alabama. 256 p.
Timmerman CM, Chapman LJ. 2004. Hypoxia
and interdemic variation in Poecilia latipinna. Journal of Fish Biology. 65(3):
635-650.
Wydoski RS, RL Whitney. 2003. Inland fishes
of Washington. University of Washington
Press, Seattle. 384 p.
Jurnal Iktiologi Indonesia